23 January 2012

POLA KEHIDUPAN


Dalam kehidupan individu terdapat kemungkinan adanya pola-pola partikular yang akan memberi dampak lain. Pola-pola partikular tersebut, misalnya, hal-hal yang kita pilih dan kita lakukan atau hal-hal yang tidak kita pilih namun tetap saja terjadi. Saya yakin, sebagian besar orang mengira bahwa mereka harus memilih satu pola tertentu dan menerapkannya ke dalam kehidupan.

”Karier” sering dipandang sebagai salah satu bentuk pola tersebut, walaupun sukses atau tidaknya karier adalah masalah lain. Kesuksesan barangkali terjadi akibat kematangan rencana, kelihaian mengambil kesempatan –pendek kata, kesuksesan sepenuhnya adalah persoalan kesempatan. Seseorang merasa sukses dalam hal keduniaan (harta melimpah, jabatan terhormat, rumah bagus, kendaraan mahal, gelar, popularitas, hasil karya, monumen diri, kehormatan, atau beristeri lebih dari satu) berarti selama hidupnya atau bisa dikatakan, dia menghabiskan umurnya, tenaganya bahkan kesehatannya hanya untuk merencanakan, meraih kesempatan tersebut. Bahkan melakukan ibadah dan berdoa kepada Tuhan supaya dia diberi kesuksesan dunia itu.

Dalam setiap peristiwa, pola-pola tadi selalu dianggap sebagai ”sumber pujian”. Seorang dikatakan sukses jika mencapai hal-hal di atas, meskipun pada kenyataannya moralnya harus dipertanyakan. Sebaliknya, selamanya tidak ada orang baik yang bisa dikatakan sukses kalau dia miskin atau bodoh.

Tapi bukan itu yang penting, hidup bukanlah sekedar pencapaian ”sukses” dan ”tidak sukses”, apalagi tolok ukurnya adalah hal-hal yang bersifat duniawi. Pendirian yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini adalah bahwa kehidupan ini dibatasi oleh kesempatan baik dan kesempatan buruk –sesuatu yang tidak kita rencanakan, perhatikan atau pahami.

Tujuan saya mengatakan adanya kemungkinan sebuah pola dalam kehidupan individual adalah untuk melibatkan aspek-aspek yang tidak dapat dipilih ini –aspek-aspek yang bersifat given (diberikan). Ketika pola-pola tertentu telah ditemukan, itu berarti pola tersebut sebetulnya dapat dijadikan sebagai tuntunan dan bagian dari ”makna kehidupan”.

Pola semacam ini, dilihat dari sudut pandang logika, mengandaikan bahwa manusia bisa bermakna hanya bagi dirinya sendiri dan orang lain memiliki nilai bagi orang lain dalam konteks hidup bersama. Akan tetapi, kita juga bisa membayangkan kehidupan ini tanpa pola dan sebagian kita tentu pernah mengalami tahap hidup seperti ini. Tahapan di mana warna dan konfigurasi hidup sama sekali mengalami perubahan dan mulai terlihat berbeda dari sebelumnya.

Saya mengemukakan keterangan di atas sebagai salah satu kenyataan hidup, bahwa kita bisa terus dan terus mencari pola tertentu hingga menemukan sebuah pola yang sesuai. Pola yang sesuai ini adalah pola yang akan memainkan peran penting dalam tataran praktis. Sampai pada titik tertentu, pola tersebut akan mampu menjawab pertanyaan, Bagaimana saya harus menjalani hidup ini? Apa yang harus saya lakukan dengan hidup saya ini?

”Mencari sebuah pola” dan ”menerima sebuah pola” harus dipahami dengan cara dan konteksnya masing-masing. Dengan ungkapan yang pertama, saya tidak melibatkan pengertian ”pilihan secara total”, yang ingin saya ketengahkan adalah pengertian tentang menerima kenyataan-kenyataan hidup ini apa adanya (given). Namun tentu saja ada situasi-situasi yang mengharuskan kita melakukan pilihan, meskipun dalam ruang gerak yang sangat sempit.

Saya telah mencoba menjelaskan pendapat bahwa kehidupan ini tidak hanya ”melakukan” (doing) tapi juga ”memahami” (understanding). Menentukan pola-pola tertentu menyiratkan aspek quite (kepastian) di dalamnya, yang bersifat sangat tidak idealistik. Saya berharap bisa menemukan satu pola kehidupan yang sesuai sehingga saya bisa menyesuaikan diri dengannya bukan karena ingin mendapatkan pujian atau imbalan.

Dalam melaksanakan pola pilihan, tidak berarti saya menyepelekan pola-pola lain, hanya saja saya memandang pola lain tidak sebaik pola yang saya yakini. Berarti dalam hal ini saya telah membuat putusan praktis yang hanya terasa sempurna bagi diri saya sendiri.

Saya sedang membicarakan kemungkinan kehidupan individual yang memiliki polanya sendiri. Tapi untuk menyetujui pendapat ini kita harus memiliki prinsip-prinsip umum evaluasi. Kita bisa saja berharap orang lain mau menerima prinsip-prinsip tertentu, namun kita tidak bisa memaksa atau mengarahkan orang lain menerima pola-pola tertentu untuk kehidupan mereka. Sebabnya adalah karena pola-pola individual ini melibatkan unsur-unsur yang given, yang tidak bisa dipilih. Sama halnya dengan dua orang yang memiliki penilaian sama tentang sebuah benda, tapi dalam hidup mereka masing-masing, benda tersebut pasti menempati tempat berbeda.

Saat saya bicara tentang ”menerima pola-pola tertentu”, yang dimaksud bukanlah memiliki sebuah pola, bahwa segala sesuatu harus saya lakukan berdasarkan pola tersebut. Ini terjadi karena pola-pola tersebut mencakup unsur-unsur ”yang given” yang tidak bisa saya pilih dan pola-pola tersebut bisa saja berubah tanpa keinginan saya. Misalnya, saya tentu akan bertambah tua, dengan begitu waktu yang dihabiskan akan makin banyak dan pilihan-pilihan yang harus dihadapi juga semakin bertambah. Sekarang setelah memiliki hubungan dengan orang lain, mereka mungkin akan mati, pindah atau tidak termasuk lagi ke dalam masyarakat tempat saya tinggal. Sementara kehidupan terus berjalan, pola yang saya pakai membuat saya kebal terhadap hal-hal yang tak terduga dalam kehidupan, baik hal yang baik maupun yang buruk.

Pola-pola inilah yang saya pahami ketika beberapa waktu lalu membaca kitab suci:

”Dia (Musa) menjawab, ”Tuhan kami ialah (Tuhan) yang memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu kemudian memberinya petunjuk”.

Dalam arti Tuhan memberikan akal, insting (naluri) dan kodrat alamiah untuk kelanjutan hidup masing-masing makhluk.

Pada tingkatan selanjutnya saya juga membaca:

”Katakanlah (Muhammad), ”Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”.

No comments:

Post a Comment