28 May 2012

GOYAH


Kemampuan, kejujuran, keandalan, budi pekerti yang baik dan sikap moral sering ditemui di kalangan orang-orang yang tidak bicara agama. Sekarang sebagaimana sebelumnya, doktrin agama diterima berdasarkan kepercayaan dan didukung oleh tekanan eksternal, dibenahi secara bertahap di bawah pengaruh pengetahuan dan pengalaman hidup yang berkonflik dengannya. Seseorang sangat sering menjalani hidup dengan membayangkan bahwa ia masih menganut secara kukuh doktrin agama yang diajarkan padanya semasa kecil, sedangkan faktanya pada masa kini tak ada bekasnya lagi. Jika keyakinan bagi mereka adalah cara mencapai tujuan secara harfiah, maka tentunya itu bukan keyakinan.
Perasaan skeptisku terhadap doktrin menjadi suatu kesadaran pada usia yang sangat dini. Kupelajari semua ’kebenaran’ yang bisa kupelajari, apapun yang ’dilemparkan’ kehidupan di jalanku. Serta membiasakan diri terhadap daya tahan dan kesabaran dengan bermacam kekurangan.
Apa yang kulakukan ketika mencari jawaban tentang kebenaran dalam lembaga-lembaga pendidikan formal? Aku ingin tahu mengapa aku hidup dan untuk maksud ini, kupelajari semua yang berada di luar diriku. Jelaslah, aku menghabiskan 23 tahun, tapi tak ada pengetahuan tentang apa yang kubutuhkan.
Apa yang kulakukan ketika kucari jawaban dalam bacaan-bacaan filosofis? Aku mempelajari pemikiran-pemikiran mereka yang telah menemukan diri mereka. Dalam pandangan yang sama denganku, jelaslah aku mungkin tak mempelajari apapun melainkan apa yang kutahu tentang diriku sendiri yaitu tak ada yang bisa kuketahui. Siapakah aku? Bagian dari yang tak terbataskah? Dalam sedikit kata-kata itu, terletak keseluruhan masalah. Pertanyaan yang begitu sederhana dan keluar dari lidah setiap anak bijak. Sejak manusia tercipta, relasi antara yang terbatas dengan yang tak terbatas telah dicari dan dinyatakan.
Alasan pertama keraguanku adalah aku mulai memperhatikan bahwa para tokoh agama sama sekali tidak sesuai dengan diri mereka sendiri. Saling mengumbar kebenaran, padahal terhadap pertanyaan paling sederhana tentang kehidupan: apa yang baik dan yang buruk, mereka tidak bisa fokus bagaimana menjawabnya. Mereka semua tak saling mendengarkan. Sebaliknya bicara bersamaan, kadang saling mendukung dan memuji agar ganti didukung dan dipuji. Kadang jadi marah satu sama lain- persis seperti di rumah sakit jiwa. Selalu marah bahwa mereka tak mendapat cukup perhatian. Seperti semua orang gila, menyebut semua orang adalah gila kecuali dirinya sendiri.
Perdebatan tentang kebenaran hanya berhasil dalam menyembunyikan ketidaktahuan mereka dari satu sama lain. Aku melihat apa yang mereka bagikan sebagai keyakinan tak menjelaskan makna kehidupan. Sebaliknya mengaburkannya. Mereka sendiri mengukuhkan keyakinan bukan untuk menjawab pertanyaan soal kehidupan yang dapat membawaku pada keyakinan, tapi untuk beberapa tujuan lain yang asing bagiku.
Pekerjaan otoritas-otoritas agama dalam mendakwahkan kebenaran adalah untuk melindungi otoritas kekuasaan yang diwariskan secara turun temurun. Kualihkan perhatianku pada apa yang dilakukan atas nama agama dan aku merasa geli sekaligus ngeri. Aku hampir menyangkal otoritas itu sepenuhnya. Hubungan kedua antara otoritas keyakinan dengan soal kehidupan adalah berkaitan dengan perang dan eksekusi.
Kuingat perasaan menyakitkan terhadap ketakutan akan jatuh kembali ke dalam keadaan putus asa seperti sebelumnya, setelah harapan yang sering kualami dalam pergaulanku dengan mereka. Makin banyak doktrin yang mereka jelaskan padaku, makin jelas aku merasakan kesalahan mereka dan menyadari harapanku untuk menemukan penjelasan tentang makna kehidupan dalam keyakinan mereka adalah sia-sia.
Bukan bahwa dalam doktrin mereka, mereka mencampurkan banyak hal yang tak perlu dan tak masuk akal dengan kebenaran-kebenaran agama. Itu bukan hal yang meresahkanku. Aku resah oleh fakta bahwa hidup orang-orang ini, seperti hidupku, demikian tak sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka paparkan dalam ajaran mereka sendiri.
Aku merasa mereka menipu diri sendiri dan mereka, sama sepertiku, tak menemukan makna kehidupan lainnya selain menjalani hidup selama kehidupan berlangsung dan dunia masih berputar. Aku melihat ini karena jika mereka punya makna yang menghancurkan ketakutan akan kehilangan, penderitaan dan kematian, mereka tak kan takut pada semua ini.
Tak ada argumen yang bisa meyakinkanku tentang kebenaran akan keyakinan mereka. Kecuali  perbuatan-perbuatan yang bisa menunjukkan bahwa mereka melihat suatu makna dalam kehidupan, yang membuat apa yang sangat menakutkan bagiku –kemiskinan, penyakit dan kematian- dan tak menakutkan bagi mereka, bisa meyakinkanku.
Sangat berlawanan dengan cara orang-orang di lingkungan terdekatku (mereka orang-orang sederhana, orang-orang biasa) dalam hal mensikapi nasib karena kehilangan dan penderitaan. Mereka menerima penyakit dan duka cita tanpa kebingungan dan menentang. Dengan diam dan keyakinan kokoh bahwa semua itu akan baik-baik saja. Mereka tahu makna kehidupan dan kematian, bekerja diam-diam, menerima kehilangan dan penderitaan serta menjalani hidup dan mati dengan memandang semua itu bukan sia-sia melainkan biasa.
Orang-orang kaya dan terpelajar, bukan hanya menjadi sangat tidak kusukai tapi kehilangan semua makna di mataku. Semua tindakan, diskusi, buku akademis dan jurnal ilmiah, menampilkan diri padaku dalam bentuk yang lain. Kupahami semua itu hanya kemanjaan diri dan tak mungkin menemukan makna di dalamnya. Sedangkan hidup semua manusia biasa itu, semua orang yang menghasilkan kehidupan, bagiku memiliki makna yang sebenarnya. Kupahami bahwa itulah hidup itu sendiri dan makna yang diberikan pada hidup itu adalah kebenaran dan aku menerimanya.
Aku berhenti ragu dan menjadi yakin sepenuhnya bahwa tak semua benar dalam otoritas kebenaran yang kutemui. Semua orang punya pengetahuan tertentu tentang kebenaran. Dalam keyakinan orang-orang, kebohongan juga bercampur dengan kebenaran. Betapapun mungkin tampak liar bagi pikiran lamaku yang mapan tapi itu satu-satunya harapan ketenangan. Hal itu harus diperiksa dengan penuh perhatian dan hati-hati agar bisa memahaminya.
Bahwa ada kebenaran dalam otoritas itu bagiku tak bisa diragukan, tapi juga pasti ada kebohongan di dalamnya. Aku harus menemukan apa yang benar dan yang salah, dan harus membebaskan yang satu dari lainnya. Aku akan mengerjakan tugas ini. Kebohongan yang kutemukan dalam ajaran itu dan yang kutemukan tentang kebenaran serta terhadap kesimpulan yang kuperoleh akan membentuk bagian-bagian pekerjaan ini berikutnya. Jika hal itu berharga dan jika anak keturunanku menginginkannya, suatu hari mungkin akan jadi monumen.

2 comments: