28 May 2012

MENULIS KEHIDUPAN


Setiap kali kucoba untuk mengekspresikan hasrat yang paling dalam yang baik secara moral, aku menghadapi ejekan dan hinaan. Tapi begitu aku berhasil menurunkan hasratku, aku dipuji dan disemangati karena memang sekelompok manusia menginginkan keseragaman dan membenci seseorang yang tidak sama dengan mereka. Ambisi, cinta kekuasaan, ketamakan, hal-hal yang menimbulkan nafsu berahi, kebanggaan, kemarahan dan balas dendam- semua itu dihormati.
Sebetulnya, penentu baik dan jahat bukan apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain juga bukan kemajuan yang tercapai melainkan itu adalah hatiku dan aku sendiri. Tak ada teori yang bisa memberi jawaban atas penderitaan manusia. Penyebab aku berubah bersama semua itu akan diketahui suatu hari. Kondisi baru kehidupan keluarga yang nyaman benar-benar mengalihkanku dari semua pencarian makna hidup.
Aku menulis untuk mengajarkan pada diriku sendiri kebenaran satu-satunya yang mestinya dijalani agar memperoleh yang terbaik bagi diri sendiri maupun keluarga. Tersesat dan menjadi patah semangat, kondisi itu selalu terekspresikan dalam pertanyaan untuk apa? Akan kemana? Semula tampak bagiku semua itu tak bertujuan dan merupakan pertanyaan-pertanyaan tak relevan. Kupikir semua sudah diketahui dan jika aku pernah menghadapi solusinya hal itu tak akan membutuhkan banyak upaya. Sebagaimana kini aku tak punya waktu untuk itu. Tapi ketika menginginkan demikian aku harus mampu menemukan jawabannya.
Pertanyaan-pertanyaan itu, bagaimanapun, mulai sering berulang dan terus menerus menuntut jawaban. Seperti tetesan-tetesan tinta yang jatuh di suatu tempat, tetesan-tetesan itu mengumpul jadi satu noda hitam yang mungkin akhirnya menjadi tulisan atau puisi. Sederhana bagiku bahwa tulisan dan puisi adalah perhiasan kehidupan, pemikat hidup. Refleksi kehidupan dalam puisi dan tulisan dari semua jenis memberiku kesenangan. Sungguh menyenangkan untuk melihat kehidupan di cermin tulisan.
Itulah yang terjadi padaku. Aku mengerti itu bukan keadaan kurang sehat atau kegelisahan, melainkan sesuatu yang sangat penting. Jika pertanyaan-pertanyaan itu terus berulang-ulang, maka harus dijawab dan kucoba menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan itu tampaknya sederhana, kekanak-kanakan, bodoh bahkan naif, tapi begitu ’kusentuh’ dan kucoba memecahkan, aku menjadi yakin seketika tentang ketidaksederhanaannya. Selama aku belum tahu jawabnya, aku tak bisa melakukan apapun dan tak bisa menjalani. Tak ada kehidupan karena tak ada harapan yang akan terwujud dan bisa kuanggap masuk akal. Aku bahkan tak bisa berharap untuk mengetahui kebenaran, karena sudah kuterka apa isinya.

No comments:

Post a Comment