25 August 2013

CITRA KESUKSESAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN

Masyarakat kita menawarkan begitu banyak citra kesuksesan. Harta milik, reputasi dan keterkenalan menjadi kata kunci untuk meraih kesuksesan. Ilmu bagi mereka mesti memiliki implikasi praktis. Bila Anda berilmu dan tidak memiliki uang serta tidak dipandang di masyarakat, maka ilmu itu tidak ada gunanya. Tidak peduli content, yang penting ilmunya efektif menyenangkan orang yang telah membayar mahal kuliah yang mereka berikan atau membayar tarif mahal ceramah mereka.
Teknik berargumentasi, joke-joke  dan retorika yang memukau sangat dibutuhkan untuk cepat naik daun dan mampu meyakinkan serta merebut hati publik. Bahkan, menurut seorang profesor yang duduk di sebuah birokrasi, kemampuan komunikasi efektif (baca: menjilat) adalah 60% dari kesuksesan karir seseorang setelah 20% academic background dan 20% experience.
Mereka yang mampu menempuh pendidikan biasanya melakukannya dengan tujuan semata-mata masalah uang dalam pikirannya. Bidang-bidang teknis dan praktis, yang dapat dikuasai dengan agak cepat dan relatif menawarkan jaminan kehidupan yang nyaman menarik para mahasiswa terbaik dan mendominasi universitas. Pranata-pranata pendidikan tradisional, yang dulunya meminta para santri/siswa/mahasiswa untuk mendedikasikan hidup mereka kepada pencarian pengetahuan dan kemuliaan hampir sepenuhnya menghilang dan diganti dengan pencarian selembar ijazah sebagai modal untuk mengejar kesuksesan.
Kesuksesan adalah soal harta, jabatan dan popularitas. Bukan soal kebaikan, akherat atau surga. Mungkin orang lalu mencibir sinis: alaah, kesuksesan masuk surga itu sih kuno. Surga itu urusan nanti, sepanjang kita masih muda kita nikmati dulu dunia ini. Baru kalau nanti sudah nggak laku, kita mikir surga. Siapa tahu dengan mendaur ulang image lewat baju agama apalagi dengan tarif mahal kita malah bisa meneruskan keterkenalan dan kesuksesan. Rumah besar, mobil mewah, moge (motor gede), isteri cantik (apalagi lebih dari satu), aah..itu merupakan konsekwensi logis dari kesuksesan yang telah kita peroleh.
Begitukah? Persis, di situ kita hidup dalam perangkap kesuksesan imajiner! Kita hidup dalam dunia modern yang menurut Tom Morris di mana kesuksesan dipahami sebagai money, fame, power and status. Empat hal ini, uang, kesohoran, kekuasaan dan status sosial menjadi impian semua orang. Meskipun sebagian orang mengira bahwa uang dan reputasi hanyalah sarana.
Namun, kebijaksanaan menunjukkan bahwa tidak mudah mempertahankan diri di depan uang dan reputasi. Apa yang kita kira sekedar sarana, dengan mudah berubah menjadi tuan yang memperbudak kita. Hasrat manusia akan uang dan reputasi adalah hasrat irrasional yang cenderung tak terbatas. Di sinilah menurut Benjamin Franklin: Succes has ruined many man; kesuksesan telah menghancurkan banyak orang. Kesuksesan yang direduksi pada uang dan status sosial membuat orang terbenam dalam ketidakbahagiaan. 

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu”. (Besi: 20)

No comments:

Post a Comment