04 November 2013

JALAN YANG LURUS




”Yang tidak mencari, tidak akan pernah menemukan”

Manusia menemui banyak halangan untuk menyadari dirinya sendiri, mudah mengalami alienasi dan diskontinuitas. Merasa jauh dengan aspek terdalam dari diri mereka sendiri. Ketidakmampuan berdialog dengan diri ini telah membuat seseorang nyaris hidup sebagai the others atau menjadi ‘yang lain’. Peran-peran sebagai ’yang lain’ ini terus mereka mainkan sepanjang waktu sehingga mereka makin tersesat dengan situasi yang konon bersifat ilusif, delusif serta gagal di dalam mengalami emosi yang mereka miliki.

Terlalu banyak pengaruh eksternal yang mempengaruhi kehidupan. Alih-alih, mereka diporakporandakan secara tidak sadar oleh berbagai filsafat ilmu (epistemology) yang berbeda bahkan bertolak belakang saat mempelajari mata pelajaran di sekolah dasar dan menengah kemudian diperparah oleh perguruan tinggi dan pelatihan-pelatihan profesional. Siapapun tidak dapat belajar selama bertahun-tahun dan kemudian tidak tersentuh oleh apapun yang telah dia pelajari. Inilah rintangan utama dan penghambat pemulihan kesadaran murni manusia.

Selanjutnya, pada level kemasyarakatan, pengaruh sistem dan tekanan birokrasi pemerintah menyebabkan seseorang kehilangan kemandirian intelektual dan peniruan buta mereka terhadap norma-norma yang dipersonifikasikan dalam ideal-ideal, pranata-pranata, struktur-struktur dunia modern yang dingin, kaku dan tanpa hati. Di antara bentuk rintangan-rintangan ini adalah politisasi komunitas, penulisan sejarah, interpretasi monolitik atas ajaran-ajaran agama dan ketundukan tak sadar mereka terhadap pengajaran ideologis para pemuka agama dan sebagainya.

Louis Althusser seorang filosof Aljazair tidak hanya melihat bagaimana struktur besar seperti pendidikan, ekonomi, negara (beserta perangkatnya) serta agama berpengaruh terhadap individu dalam kehidupannya di dunia. Lebih mendasar lagi, ia mengkaji bagaimana sejak tangis pertama bayi di dunia pengaruh struktur sudah mulai ditanamkan di sana.

Jalan kehidupan semakin terlihat bercabang-cabang, menyeruak benak diliputi kegelapan. Kemudian pertanyaannya di manakah jalan yang satu dan lurus itu? Jawabannya adalah sesungguhnya ia seperti cahaya yang tergenggam tangan ajaib. Maka, hanya ketika tangan ajaib itu bermurah hati sajalah seseorang bisa sungguh-sungguh beruntung dan melihatnya.



”Tunjukilah kami jalan yang lurus”

(Pembukaan: 6)

No comments:

Post a Comment