27 December 2014

KITAB SEGALA PERTANDA




Kitab Segala Pertanda merupakan bahan mentah, untuk memahaminya seseorang harus mengenal tanda-tanda yang berada di balik kalimat-kalimat yang tercetak. Kalimatnya termampatkan (Jawāmi’ al-Kalim), untuk menggalinya butuh studi dan perenungan. Untuk bisa merenung seseorang harus mempelajari banyak hal. Sebatas mana seseorang mengetahui banyak hal sebatas itulah jangkauan perenungannya. Sedangkan hal yang memperluas jangkauannya adalah pertanyaan-pertanyaan atau kegelisahan-kegelisahan yang ada dalam dirinya.
Kitab Segala Pertanda mengandung ayat-ayat yang mengandung arti bagi pembaca berlatar belakang baik, yang akan siap menafsirkannya. Keterbatasan pengalaman manusia mempengaruhi cara seseorang memahami teksnya. Sebaliknya, setelah memahami, Kitab Segala Pertanda akan mengubah cara berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan dan kemudian akan mengubah hidup dan cara pandangnya terhadap dunia (worldview). Untuk itu, seseorang harus gigih dalam kesabaran demi mendapatkan pemahaman. Di dalamnya ada kata-kata yang tak terhingga, mereka diturunkan sesuai dengan kapasitas pembacanya.
Kitab Segala Pertanda berada di atas waktu dan di balik sejarah. Ia tetap tak tersentuh oleh temperamen manusia dan perubahan waktu. Gaya penulisan dan kata-katanya membangkitkan kenangan. Kitab ini berbeda dari kitab-kitab suci sebelumnya karena susunannya yang mengagumkan, alurnya yang luar biasa dan pola susunannya yang unik.
Kitab Segala Pertanda menyediakan lahan yang luas bagi seorang perenung bahkan mungkin tak berbatas seperti samudra tak bertepi dan tak berdasar karena keluasan kemungkinan makna yang terkandung di dalamnya. Orang yang tidak suka merenung akan melewatkan keindahan, romantisme dan kedalaman makna tersebut. Bagi orang yang membenci atau menolaknya apalagi, semua kemungkinan makna yang terhampar di hadapan tidak akan pernah terpikirkan. Mereka mendengar suara-suara kebijakan dan kearifan sebagai sebuah omong kosong dan racauan. Tidak akan menambah bagi orang-orang seperti ini kecuali kebingungan dalam memahami pertanda.

Dan Kami turunkan dari al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian.”
(Perjalanan Malam: 82)

22 December 2014

PASSION: MENUNTUN KEHIDUPAN


Pernah suatu saat saya merasa sangat bodoh, yaitu semasa sekolah di bangku SMP dan SMA. Otak seperti sulit digunakan untuk memahami materi pelajaran. Berada di sekolah merupakan penderitaan tak berkesudahan. Setiap hari dihantui perasaan gelisah, khawatir tidak bisa mengerjakan soal dan takut pada pelototan mata guru yang tak punya belas kasihan.
Sesampainya di rumah, saya sebenarnya ingin membaca dan mengulang pelajaran tetapi otak seperti tidak bisa mencerna tulisan dan angka yang ada di hadapan. Padahal kalau dipikir-pikir sekolah adalah kewajiban bagi anak-anak seusia saya. Beda sekali rasanya ketika bermain-main atau membaca komik, ada perasaan senang yang menggumpal dan seperti ada dahaga yang terpenuhi. Akan tetapi aktifitas seperti ini justru yang sering dianggap mengganggu anak-anak dalam rangka melakukan kewajiban sekolahnya.
Ketika kuliah saya mulai kagum sama teman-teman yang aktif berorganisasi. Keren sekali melihat mereka berdiskusi dan berbicara di depan audience dengan rasa percaya diri. Ketika saya sudah bekerja ada beberapa teman yang berprofesi sebagai motivator dan muballigh yang laris diundang ke sana kemari. Profesi yang sangat prestisius menurut saya. Ingin sekali seperti mereka, popularitas dan kecukupan finansial tentu saja menjadi alasan utama. Tetapi ketika mulai melangkah untuk masuk ke bidang-bidang tersebut kaki terasa berat. Ada perasaan gelisah yang kuat menghambat ditambah dengan perasaan terbebani.
Akhirnya saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan menenggelamkan diri bersama buku-buku. Ternyata aktifitas inilah yang lebih menyenangkan dan memberi rasa aman. Nah, dari membaca buku itulah akhirnya bisa dipahami bahwa kondisi seperti ini disebabkan karena saya belum memahami potensi unik saya sendiri. Belum menemukan passion dalam hidup, begitulah menurut buku-buku motivasi yang saya baca. Karena belum menemukan potensi diri, seseorang tidak bisa mencintai aktifitas atau pekerjaan selain yang sesuai dengan potensi tersebut.
Sebenarnya ada korelasi positif antara potensi diri dengan aktifitas yang dicintai atau aktifitas yang membuat gembira, fun, dan enjoy. Bisa saja dikatakan bahwa aktifitas yang dicintai itu salah satu cermin potensi diri seseorang. Atau, di dalam aktifitas tersebut tersimpan potensi dirinya. Leider dan Shapiro dalam bukunya Whistle While You Work mengatakan, ”Lakukanlah apa yang Anda sukai, bukan apa yang harus Anda lakukan. Dengan melakukan apa yang Anda sukai, Anda meningkatkan kemungkinan bahwa pekerjaan yang Anda lakukan akan sesuai dengan bakat Anda”.
Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos mengungkapkan, ”Setiap anak secara potensial pasti berbakat –tetapi ia mewujud dengan cara yang berbeda-beda. Setiap orang juga memiliki gaya belajar, bekerja dan karakter yang unik. Orang dari segala usia dapat belajar apa saja jika diberi kesempatan untuk melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan pribadi mereka sendiri.”
Canfield mengatakan, ”Kita semua diberkati dengan beberapa talenta yang dianugerahkan Tuhan. Sebagian besar kehidupan kita itu adalah untuk menemukan apa saja talenta kita, lalu memanfaatkan serta menerapkannya dengan sebaik mungkin. Proses penemuan ini bisa memakan waktu bertahun-tahun bagi banyak orang dan ada yang tidak pernah benar-benar memahami apa saja talenta terbesarnya. Konsekuensinya, kehidupan mereka kurang memenuhi. Orang-orang ini cenderung bergumul dengan kegalauan karena mereka habiskan sebagian besar waktu mereka dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan kekuatan mereka. Ibarat memaksakan pasak persegi ke dalam lubang bulat, hal itu sangat tidak efektif dan menimbulkan banyak stress serta frustasi.”
Tyler G. Hicks berkata, ”Banyak orang bersusah payah selama bertahun-tahun karena membenci aktifitasnya. Jika Anda tidak menyukai pekerjaan Anda, sangat kecil kemungkinannya Anda akan meraih kesuksesan.
Bila kita mencintai secara absolut apa yang kita lakukan, peluang sukses akan menjadi cukup besar. Sebagian besar orang tidak jujur mengatakan ini. Sering menerima pekerjaan yang ditawarkan, meski mereka tidak menyukainya. Padahal untuk menemukan karier yang ideal seseorang harus memahami diri sendiri terlebih dahulu. Dalam jangka panjang, tidak mungkin untuk bekerja dengan tingkat produktifitas yang tinggi bila kita tidak menyukai sebuah pekerjaan. Kalau kita melakukan aktifitas yang kita cintai, kita bisa sangat asyik, sehingga bisa lupa waktu atau bahkan lupa makan.
Mihaly Scikszenmihhalyi dikutip Leider dan Shapiro mengatakan, ”Ketika sedang mengungkapkan potensi diri, kita cenderung masuk ke dalam kondisi mengalir. Kita menjadi sangat terlibat dengan apa yang sedang kita lakukan, begitu dalam terlibat sehingga seolah waktu mencair. Waktu menjadi tidak penting. Satu jam, bahkan seharian penuh bisa berlalu dalam sekejap”.
Marwah Daud Ibrahim menulis, ”Terlalu banyak di antara kita merasa kecil hati dan rendah diri, seolah-olah bukan siapa-siapa. Padahal, setiap kita adalah spesial dan unik. Setiap kita memiliki potensi besar untuk sukses dan berhasil. Asal saja kita mau secara serius mengenal potensi diri kita yang sesungguhnya. Setiap kita adalah unik. Tiap-tiap kita adalah sesuatu yang sama sekali baru di muka bumi ini. Tidak ada seorangpun yang pernah ada dan yang akan ada persis seperti kita. Kita harus mengenal diri kita dan berusaha menjadi diri kita yang terbaik. Berbagai analisis, antara lain oleh William James, menyatakan bahwa manusia rata-rata mengembangkan hanya 10% dari potensi yang mereka miliki”.
Seto Mulyadi mengatakan bahwa masing-masing anak memiliki keelokan dan keunggulan pribadi sesuai dengan bakatnya masing-masing. Mereka bagaikan bunga aneka warna di taman sari keluarga yang indah. Bunga-bunga itu tidak mungkin dipangkas begitu saja sama rata karena setiap bunga memiliki pesona masing-masing. Apabila bunga-bunga tersebut disiram dengan penuh kasih sayang, maka bunga-bunga itupun akan tumbuh merekah dengan semakin indah. Demikian pula halnya dengan anak-anak dalam sebuah keluarga.
Ibrahim Hamd Al-Qu’ayyid mengutip Muhammad Qutub, ”Jika bukan karena potensi yang telah ditanamkan Allah SWT dalam diri manusia, niscaya manusia akan menghabiskan hidupnya hanya untuk belajar berjalan, berbicara atau berhitung”.
Dr. ’Aidh ibn Abdillah al-Qarni mengungkapkan, ”Biasakan diri Anda untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat Anda gembira. Setelah Anda menentukan apa saja hal-hal yang membuat bahagia, jauhi hal-hal lain dari pikiran Anda. Lakukan semua kemungkinan yang mengarah pada terrealisasikannya hal-hal yang membuat bahagia itu dan jauhkan yang lainnya.
”Kita diciptakan dengan bakat tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu pula”. Bakat, karakter, temperamen dan potensi itu benar-benar diciptakan Allah SWT, kemudian dianugerahkan kepada kita dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Setiap orang diberikan Allah SWT bakat yang unik, ini karena Allah SWT menghendaki terjalinnya kerja sama antar makhluk. Kita diciptakan dengan bakat tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu pula. Belum cukupkah bukti bahwa masalah potensi diri atau bakat adalah masalah yang sungguh-sungguh besar? Bukankah sudah waktunya bagi kita untuk benar-benar serius merenungi dan menggali soal potensi diri tersebut.
”Permasalahan ingin menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang sudah tua, setua sejarah dan sangat umum sekali, seperti kehidupan manusia. Seperti halnya permasalahan ingin tidak menjadi diri sendiri, ini juga menjadi sumber yang banyak menimbulkan masalah psikologis. Tidak ada orang yang paling menderita, melebihi orang yang tumbuh tidak menjadi dirinya sendiri dan tidak hidup dengan pikirannya sendiri. Akan sampai waktunya nanti ketika ilmu pengetahuan manusia sampai pada sebuah keyakinan bahwa kedengkian (perasaan ingin menjadi seperti orang lain) itu adalah sebuah kebodohan dan meniru-niru kepribadian orang lain adalah bunuh diri.
Di dalam kitab suci al-Quran juga disebutkan:
Dia (Musa) menjawab, ”Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk.” (Surat Taha ayat 50). Artinya adalah sesungguhnya Allah menciptakan bentuk dan potensi segala sesuatu sebaik-baiknya. Kemudian memberi petunjuk untuk memanfaatkan bentuk dan potensi tersebut dengan sebaik-baiknya pula.
Pada bagian ayat yang lain juga disebutkan:
Katakanlah (Muhammad), ”Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Surat Al-Isra’ ayat 84).
Penjelasan dari ayat ini mengungkapkan bahwa setiap manusia diciptakan untuk berbuat sesuai dengan kondisi sifat, karakter dan potensi (passion)yang melekat pada diri mereka. Passion atau kondisi sifat, karakter dan potensi pada diri manusia itulah yang nanti akan menuntun kehidupannya.
Nabi Muhammad juga sudah mengemukakan hal itu dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim. Beliau bersabda ”Segala sesuatu sudah ada ukurannya (qadar), sampai pada sifat pasif dan agresif pada diri seseorang.”
Kesimpulannya adalah jika seseorang ingin bahagia dia harus berusaha untuk mengenali dan menemukan jalan kehidupannya sendiri melalui segala kelebihan, kekurangan dan potensi yang melekat pada dirinya (muhasabah, muraqabah). Untuk selanjutnya menapaki jalan yang sudah ditemukannya tersebut, serta harus dihindari keinginan untuk menapaki jalan yang diperuntukkan bagi orang lain (hasud/iri dengki).

”Fokuskanlah dan dekatkanlah (kehidupan kalian dengan tujuan apa kalian diciptakan), sesungguhnya calon penghuni sorga akan mengakhiri kehidupannya dengan amal perbuatan penghuni sorga, meskipun sebelumnya dia berbuat seburuk-buruknya. Dan sesungguhnya calon penghuni neraka akan mengakhiri kehidupannya dengan amal perbuatan penghuni neraka, meskipun sebelumnya dia berbuat sebaik-baiknya.”
(Hadits Sahih Riwayat al-Tirmidzi)

23 August 2014

BERSIH LINGKUNGAN



Beberapa waktu yang lalu setiap bangun tidur badan saya terasa pegal-pegal seperi remuk. Setelah konsultasi kesana-kemari akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa hal tersebut merupakan tanda kekurangan gizi dan nutrisi. Makanan yang selama ini saya konsumsi ternyata tidak ngatasi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi tubuh. Bahkan lebih banyak ampasnya daripada kandungan gizi dan nutrisinya.
Berangkat dari kondisi tersebut saya memutuskan untuk mencari vitamin atau makanan suplemen yang berkualitas baik, herbal dan organik. Setelah beberapa lama mengonsumsi makanan suplemen tersebut badan pegal-pegal sehabis tidurpun hilang. Memang, menurut para ahli kesehatan, stamina fisik, daya tahan terhadap penyakit, ukuran tubuh, bahkan berapa lama kita hidup, semuanya ternyata berkaitan erat dengan apa yang kita makan. Demi tubuh yang sehat kadang kita harus menghabiskan uang dalam jumlah sangat besar untuk vitamin, mineral dan tambahan program diet lain.
Tubuh terbentuk sesuai dengan apa yang dimakan oleh tubuh. Begitu pula, pikiran terbentuk sesuai dengan apa yang dimakan oleh pikiran. Makanan pikiran tentu saja tidak dalam bentuk kemasan dan tidak dapat dibeli di toko. Makanan pikiran itu adalah lingkungan kita –semua benda tak terhitung yang memengaruhi pikiran sadar dan bawah sadar kita.
Yang lebih penting lagi, besar kecilnya pikiran, tujuan, sikap dan kepribadian kita dibentuk oleh lingkungan kita sendiri. Berpikir harus diberi banyak makanan jika kita ingin mendapatkan hasil yang lebih baik. Pikiran kita bisa merasa segar jika bergaul dengan orang-orang yang berwawasan luas dan positif. Karena bisa jadi setiap hari kita ketemu dengan orang-orang yang membosankan, yang pola berpikirnya tidak berubah dari mulai kita bergaul dengannya pada masa kecil sampai pada rambutnya yang mulai beruban.
Lindungi lingkungan psikologis kita. Cari teman yang memberikan dorongan bagi rencana dan cita-cita. Jika kita tidak melakukannya dan lebih memilih pemikir picik sebagai teman dekat, kitapun secara berangsur-angsur akan berkembang menjadi pemikir picik. Datangi komunitas-komunitas baru, cari teman yang positif, berpotensi baik (secara material maupun spiritual) dan tidak disibukkan oleh hal-hal yang remeh-temeh dan tidak penting, perluas lingkungan atau pergaulan sosial. Semakin banyak kita belajar mengenai orang lain, gagasan mereka, minat mereka, sudut pandang mereka –semakin optimis dan bersemangat kita dalam menghadapi hidup. Pada sisi yang cerah, pergaulan dengan orang yang memiliki gagasan besar menaikkan tingkat kemampuan berpikir kita; hubungan erat dengan orang yang ambisius memberi kita ambisi.
Berhati-hatilah mengenai hal ini, jangan biarkan orang yang berpikiran negatif menghancurkan rencana kita untuk berpikir sukses. Orang negatif ada di mana-mana dan mereka tampaknya senang menyabot kemajuan positif orang lain. Jangan bertengkar dengan orang yang tidak setara dengan level kita, karena secara tidak langsung hal tersebut akan memaksa kita untuk berpola pikir seperti mereka.
Banyak orang dengki yang tidak hanya tidak mau maju sendiri tetapi juga menginginkan kita ikut tersandung bersama mereka. Mereka merasa diri mereka tidak memadai sehingga mereka ingin menjadikan kita seperti mereka. Bahkan terkadang mereka juga berusaha merebut kesuksesan yang telah kita rintis dengan susah payah di lingkungan kerja atau sosial kita dan berbangga akan hal itu tanpa merasa bersalah sedikitpun. Karakter iri dengki mendominasi watak mereka. Waspadalah..! Pelajari para orang negatif, tetapi jangan biarkan mereka menghancurkan rencana kita untuk meraih keberhasilan.
Ada perangkap yang harus diwaspadai di dalam lingkungan sosial dan kerja kita. Di dalam setiap kelompok ada orang-orang yang secara diam-diam sadar akan kekurangan mereka, ingin menghalangi dan menghambat kita membuat kemajuan. Banyak orang brilliant ditertawai bahkan dimusuhi sebagai musuh bersama karena mereka mencoba menjadi lebih efisien dan menghasilkan lebih banyak karya. Ada orang yang karena iri ingin membuat kita merasa malu karena kita ingin bermanfaat bagi banyak orang.
Kita sudah sering melihat, di sekolah ada sekelompok murid yang terbelakang mencemooh teman sekelas yang berusaha memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh dunia pendidikan. Kadang –dan sayangnya terlalu sering- pelajar yang cerdas diolok-olok hingga ia mencapai kesimpulan bahwa tidak ada gunanya menjadi orang pandai. Atau sekelompok orang bodoh yang mengeroyok seseorang yang berpotensi karena dianggap sebagai penghalang ambisi mereka dalam sebuah organisasi. Sehingga orang berpotensi tersebut akhirnya mundur karena tidak mau ribut dan dapat masalah.
Penghalang nomor satu dalam perjalanan menuju sukses tingkat tinggi adalah perasaan bahwa prestasi besar berada di luar jangkauan. Sikap ini berasal dari banyak kekuatan penindas sebagaimana diceritakan di atas yang mengarahkan pikiran kita ke tingkat yang biasa-biasa saja. Dari segala sisi kita mendengar ”Bodoh kalau kamu jadi pemimpi”, dan bahwa gagasan kita ”tidak praktis, bodoh, naif atau tolol”, bahwa kita ”harus punya uang untuk maju” bahwa ”nasib menentukan siapa yang dapat maju” atau ”Anda harus mempunyai teman-teman penting”, atau ”Anda terlalu tua atau terlalu muda”.
Untuk menyelamatkan diri dari lingkungan seperti ini Dr. ’A`id al-Qarni dalam buku best sellernya La Tahzan memberikan trik-trik yang diambilkan dari kitab suci kepada kita. Pertama, berlindung dengan doa dan dzikir dari gangguan mereka (113: 5). Kedua, sembunyikan kesuksesan dan barang-barang berharga Anda dari pandangan mata mereka (67: 12). Ketiga, hindari pergaulan dengan mereka (21: 44). Keempat, perlakukan mereka dengan baik secukupnya supaya mereka tidak mengganggu Anda (34: 41).
Orang-orang sukses sebetulnya adalah orang yang tidak pernah menyerah. Kelompok ini, mungkin dua atau tiga persen dari keseluruhan. Tidak membiarkan pesimisme mendikte diri mereka, tidak mau menyerah pada kekuatan penindas dan tidak mau merangkak. Mereka selalu peduli dengan kebersihan lingkungan  dari orang-orang negatif. Orang-orang ini merasa bahwa hidup penuh dengan rangsangan, bermanfaat dan berharga. Mereka menantikan setiap hari baru, situasi baru, setiap perjumpaan baru dengan orang lain sebagai petualangan yang layak untuk dijalani sepenuhnya.

OALAAH...SEKOLAH..!


Kalau dipikir-pikir, selama sekolah, yang secara praktis membekas dan betul-betul saya rasakan manfaatnya dalam kehidupan justru dari kegiatan ekstra kurikuler. Aktif di kegiatan Pramuka pada waktu SMP dan organisasi dakwah pada waktu SMA. Pramuka menurut saya mengajari hidup mandiri dan tidak gamang menghadapi kesulitan-kesulitan hidup, sedangkan keterlibatan saya di organisasi dakwah telah membelokkan cita-cita saya yang semula ingin menjadi serdadu menjadi seperti sekarang ini.
Sebagian besar keilmuan yang menjadi minat saya justru saya peroleh dari luar lembaga pendidikan formal dan dari membaca. Ya, selain dari bermain dan berinteraksi dengan teman-teman di sekolah atau organisasi saya juga membaca. Pada waktu SD banyak membaca dongeng dari buku perpustakaan sekolah tempat bapak menjadi kepala sekolah dan dari majalah anak-anak bekas yang dibelikan bapak di loakan di kota Malang. Sewaktu SMP berlangganan menyewa komik dan novel dari dua persewaan di desa. Semasa SMA mulai berkenalan dengan buku-buku keagamaan yang saya temukan di musholla sekolah. Bebas saja membaca apa yang memang ingin saya baca. Benar-benar menyenangkan. Cuma kemudian ada dampaknya, saya menjadi tidak nyaman dengan proses pembelajaran yang ada di sekolah.
Aturan seragam (yang tidak memakai seragam lengkap dipermalukan di depan peserta upacara), tata tertib, hukuman, sistem ranking, intimidasi menjelang ujian dan sebagainya benar-benar membuat gelisah. Bahkan sampai sekarang saya masih sering bermimpi ketakutan menghadapi EBTANAS (nama ujian nasional sekitar tahun 90-an). Sampai muncul pertanyaan dalam hati bukankah pendidikan itu seharusnya harus memberi harapan dan kehidupan dalam diri siswa bukan malah memberi kekhawatiran dan kegelisahan?
Eric Weil seorang filosof Jerman memberikan jawaban tentang tiga hal penting yang sebenarnya harus terjadi dalam proses pendidikan di keluarga lebih-lebih di sekolah formal. Pertama, sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan pengetahuan (menuntut ilmu). Kedua, sekolah merupakan tempat untuk mengalami persahabatan, menghargai keragaman dan mengembangkan dialog. Ketiga, sekolah merupakan komunitas (yang membekali pengetahuan yang luas dan pengalaman hidup bersama) yang menumbuhkan idealisme tentang makna hidup bersama dan tanggung jawab sosial. Ketika sekolah mengabaikan salah satu dari tiga hal penting tersebut, sekolah tidak mampu memberi sumbangan bagi terwujudnya masyarakat yang sehat. Sekolah tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik.
Fungsi sekolah sekarang seolah-olah tidak lebih dari pembuat ranking, dari juara pertama sampai level yang terendah. Menyerupai perlombaan balap karung, siapa yang menjadi pemenang akan dapat hadiah. Maka orang-orang tua bangga sekali kalau anaknya menjadi juara kelas. Sangat menjadi kehormatan kalau orang tua dipanggil ke pentas untuk menerima piagam penghargaan dan hadiah dari sekolah. Sedangkan anak-anak yang masuk kategori ’bodoh’ hanya bisa menonton dari jauh dan gigit jari. Coba, dengar saja percakapan orang tua di sekolah saat pembagian raport: ”Eh anaknya ranking berapa?” ”Kalau anak saya ranking pertama dong!”.
Sebetulnya siapa sih yang bisa menjamin anak yang juara pertama nanti setelah dewasa akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama? Terus terang saya pribadi tidak sreg dengan sistem peringkat di sekolah. Peran guru bukanlah memilah-milah anak-anak didiknya antara yang pintar dan yang bodoh. Bahkan guru tidak boleh menampakkan isyarat membeda-bedakan seorang anak didik dengan lainnya.  Apalagi sampai mengatakan seorang anak didiknya bodoh. Perkataan itu tidak akan membuat dia berubah menjadi pintar, bahkan akan membuatnya rendah diri, kehilangan kepercayaan dan bisa merusak masa depannya.
Pendidikan kita sesungguhnya kehilangan arah dan fokus. Anak-anak didik dijejali berbagai macam ilmu pengetahuan sehingga kepalanya penuh, luber, dan akhirnya tidak ada yang nyangkut. Materi pelajaran yang banyak bukan saja tidak efektif tapi juga membuang waktu dan energi para peserta didik tanpa hasil yang maksimal. Pendidikan yang hanya mementingkan pengembangan ilmu dengan memberi banyak tugas dan pekerjaan rumah, tambahan pelajaran dan les privat akan mengurangi atau bahkan menghilangkan porsi pengembangan karakter dan tanggung jawab sosial. Beban pembelajaran (kurikulum) yang berlebihan akan merampas waktu untuk memaknai pengalaman kebersamaan dan menumbuhkan idealisme tentang hidup bersama. Akibatnya, para pelajar dan mahasiswa akan berkembang menjadi hamba ilmu, tenaga atau pekerja siap pakai dan kurang mampu berefleksi secara kritis. Akhirnya, begitu tamat mereka kebingungan mau ngapain.

Sebaik-baik sekolah adalah kehidupan dan sebaik-baik guru adalah pengalaman.

19 April 2014

KISAH MANUSIA BODOH

Pernah suatu saat, sewaktu sekolah dulu, ketika akan mengerjakan soal fisika dan matematika di papan tulis ada seorang teman yang selalu mengejek dan mengatakan pada saya, “Alah, paling ora isa..”. Mendengar hal itu mental saya langsung jatuh meluncur deras ke bawah, saya merasa terhina dan diliputi perasan tidak berharga. Kata-kata itu sangat menghunjam ke dalam hati saya sampai sekarang. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena faktanya memang demikian.
Di kemudian hari, proses kehidupan ternyata bisa berlaku sebaliknya. Beberapa teman saya yang dulu dikenal pintar di kelas bahkan di sekolah serta bisa masuk perguruan tinggi negeri terfavorit di kota saya, sekarang dalam kondisi jobless dan mengutuki nasib. Ada juga teman saya yang pandai ngaji dan sering mendapat hadiah karena paling sempurna hapalan dan praktek ibadahnya sekarang menjadi pemburu nomor togel di kuburan-kuburan.
Sebenarnya bukan saya saja yang mengalami nasib seperti itu. Kita mengenal beberapa tokoh ilmuwan dan penemu terkenal seperti Albert Einstein, seorang penemu rumus teori relativitas E=MC², yang awalnya dikeluarkan dari sekolah lantaran dianggap bodoh.  Ibu Einstein bisa memaafkan kesulitan yang menimpa anaknya. Ia membimbing anaknya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Ia tidak membebani anaknya. Kelak, anaknya menjadi ilmuwan terkenal yang sukses dan mengguncang dunia.




Berikutnya, Thomas Alva Edison, ilmuwan cemerlang yang sewaktu kecil pernah dianggap sinting gara-gara mengerami telur angsa ternyata di kemudian hari menemukan lampu pijar. Untuk menciptakan lampu pijar, Edison telah melakukan 9.000 percobaan yang gagal. Untuk menciptakan aki ia telah mencoba lebih dari 50.000 kali percobaan. Ketika asistennya bertanya mengapa dia terus melakukan percobaan lampu pijar, padahal sudah ribuan kali gagal, Edison mengatakan bahwa ia tidak pernah gagal satu kalipun! Ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah menemukan ribuan benda yang tidak bermanfaat, yang tidak bisa dihindari dalam proses penciptaan.
Sejak 10 tahun Edison sudah berjualan koran di kereta api sambil melakukan percobaan dan telinganya tuli sebelah. Kurun waktu selanjutnya, dia tidak pernah mengubah kebiasaan ini, seringkali sambil kerja, ia memikirkan penemuannya. Seumur hidupnya, hanya ketika berusia delapan tahun dia memperoleh pendidikan resmi di sekolah selama tiga bulan, lalu dikeluarkan dari sekolah dengan alasan karena ia dinyatakan idiot, tidak mampu menerima pendidikan. Namun, ibu Edison tidak menganggap demikian, maka dia sendiri memikul tanggung jawab atas masalah pendidikannya dan tak bosan-bosannya menjawab pertanyaan yang diajukan Edison.
Kenyataan membuktikan Edison bukanlah anak idiot, hanya cara dia memandang sesuatu dari sudut yang berbeda dari anak-anak lain, dia suka mengamati dan menyelidiki. Maka dari itu, keberhasilan Edison di kemudian hari tak bisa lepas dari jasa ibunya. Seandainya saat Edison dikeluarkan dari sekolah, lalu ibunya kehilangan kepercayaan terhadapnya, tidak memedulikan dan tidak mendidiknya, tentu berakibat tragis, dia tidak akan menjadi ’Raja Penemu’ tersohor.
Penemuan penting Edison dan Einstein tak terhitung banyaknya. Di antara yang berpengaruh besar bagi perkembangan dunia adalah telepon, listrik, proyeksi film, dan lain-lain, yang dapat kita nikmati buah penemuannya hingga hari ini. Mereka berdua adalah ’Manusia Bodoh’ yang tidak berkecil hati serta banyak memberikan manfaat bagi umat manusia.

”Jika kamu dianggap bodoh maka berbahagialah, karena hal itu akan menghindarkan dirimu dari kesombongan intelektual dan akan mendorongmu untuk semakin tekun mencari ke dalam demi menemukan pencerahan spiritual yang sulit dicapai oleh seseorang yang hanya mengutamakan intelektualitas permukaan”.

24 January 2014

BAB SIFAT PARA PENGGENGGAM RAHASIA



Hati orang-orang yang sudah tercerahkan adalah kubur bagi rahasia yang terpendam. Rahasia di sini maksudnya adalah pengetahuan dari segala sesuatu yang bersifat noumena bukan fenomena; yang substansial bukan eksistensial; yang bersifat hakikat. Sungguh tidak mudah bagi kita menemukan orang-orang yang tercerahkan seperti ini karena biasanya mereka malah memendam rahasia-rahasia yang telah diketahuinya itu dan punya sifat menyendiri dari pergaulan manusia.
Jadi bagaimanakah jelasnya sifat orang-orang seperti itu? Jawabnya, mereka adalah orang yang Kā`in dan Bā`in. Artinya adalah orang yang bergaul dan kelihatan sama di antara makhluk Allah akan tetapi pada hakekatnya mereka sangat berbeda karena rahasia-rahasia pengetahuan yang mereka miliki. Mereka berpakaian sebagaimana orang lain berpakaian dan makan sebagaimana orang lain makan akan tetapi mereka mempunyai perasaan selalu terkucil dari pergaulan dan sulit menyesuaikan diri dengan sesamanya sebab karena menanggung amanah rahasia-rahasia tersebut.
Merekalah pemegang pengetahuan haqq al-yaqīn, sebuah pengetahuan yang berasal dari pencandraan secara langsung dan tidak membutuhkan pembuktian. Berbeda dengan pengetahuan ilmu al-yaqīn yang membutuhkan pembuktian empiris dan ain al-yaqīn pengetahuan yang membutuhkan pembuktian data.
Berkaitan dengan sifat-sifat ini Abu Hatim al-A’raj menulis kepada al-Zuhri: Ketahuilah, ada beberapa kemuliaan dari Allah yang diberikan pada makhluknya. Di antaranya adalah kemuliaan yang diberlakukan dan diberikan pada para kekasihnya. Mereka adalah sosok-sosok yang tidak dikenal oleh publik dan kepribadian mereka tidak teridentifikasi dengan jelas. Sifat-sifat mereka adalah sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah SAW berikut ini, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang tersembunyi (al-akhfiyā`), orang-orang yang bertakwa (al-atqiyā`) dan orang-orang yang baik (al-abriyā`). Ketika mereka tidak hadir tidak ada orang yang mempertanyakan keberadaannya dan ketika mereka hadirpun tidak ada yang mempedulikannya. Apa yang ada dalam hati-hati mereka merupakan pelita petunjuk dalam kegelapan. Mereka itulah segolongan orang yang terselamatkan dari setiap fitnah yang mencekam”.