24 January 2014

BAB KESENDIRIAN




Barangsiapa ingin menyelamatkan agamanya, mengistirahatkan badan dan merawat serta mengobati hatinya para ulama salaf memberikan resep: hendaklah dia menyendiri dari hiruk pikuk pergaulan manusia. Karena menurut mereka zaman ini adalah zaman yang berlari dan tidak memberi kesempatan untuk berhenti dan beristirahat. Untuk itu tindakan bagi orang berakal adalah dengan sesekali berhenti, menepi dan menyendiri. Hati dan akal pikiran yang selalu terpacu suatu saat akan jatuh sakit dan membutuhkan obat untuk penyembuhannya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seseorang bertanya kepada ibnu al-Mubarak, “Apa obatnya hati?” Beliau menjawab, “Sedikit bergaul dengan manusia.” Dalam riwayat lain beliau juga berkata, “Ketika Allah berkehendak merubah kondisi seseorang dari kerendahan maksiat menuju kemuliaan ketaatan maka Dia membuat hatinya cenderung pada kesendirian, mencukupkan dirinya dengan sikap qanā’ah dan mencukupkan pandangan matanya dengan aib-aibnya sendiri. Barangsiapa yang dikehendaki seperti itu maka dia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat”.
Lelaku menyendiri tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang punya kepribadian kuat. Bagaimana tidak, sekarang ini semua kehidupan didominasi oleh persaingan untuk menjadi yang terkenal dan popular. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain terhadap kemampuan kita menjadi sebuah keharusan. Kita sepertinya tidak rela kalau masyarakat tidak tahu atau tidak mengakui segala kemampuan yang kita miliki. Kitapun tidak suka jika ada orang lain yang melebihi kemampuan kita.  Kita semua ingin diakui sebagai orang yang unggul; punya kemampuan dalam bidang seni, punya kemampuan intelektual tinggi, produktif dalam berkarya dan sebagainya. Kita marah kalau title tidak dipasang di depan maupun di belakang nama kita.
Di sisi lain dengan menyendiri kita justru dianjurkan untuk meninggalkan semua itu. Bisa dipastikan tidak akan ada yang mau hidupnya tidak dikenal oleh khalayak ramai dan tenggelam dalam sejarah. Pastinya semua orang ingin eksis dalam percaturan dunia. Ghalibnya, seumur hidup aktifitas kita didorong oleh ambisi untuk membuktikan hal itu. Mencari pengakuan dari orang lain.
Sebenarnya dengan menyendiri inilah kita diajak untuk kembali ke awal (al-rujū’ ilā al-bidāyah). Kembali kepada asal muasal dan tujuan kita diciptakan. Mengkaji ulang visi, misi, target dan tujuan yang semula sudah ditetapkan akan tetapi sudah terdistorsi sepanjang sejarah perjalanan kehidupan. Menafsirkan diri sendiri dengan lebih baik. Berusaha mencari pola hidup yang sesuai dan sejalan dengan hati nurani.
Hal ini bukan berarti mengajak untuk menghindari aktifitas pekerjaan dan pergaulan. Tetapi cobalah sesekali kita memejamkan mata, mengheningkan hati di ruang hiruk pikuk, ruang keramaian baik yang terlihat mata maupun yang tak terlihat. Barangkali kita menemukan sesuatu yang indah di sana. Yang dapat menjadi obat bagi hati dan akal pikiran.

No comments:

Post a Comment