27 December 2014

KITAB SEGALA PERTANDA




Kitab Segala Pertanda merupakan bahan mentah, untuk memahaminya seseorang harus mengenal tanda-tanda yang berada di balik kalimat-kalimat yang tercetak. Kalimatnya termampatkan (Jawāmi’ al-Kalim), untuk menggalinya butuh studi dan perenungan. Untuk bisa merenung seseorang harus mempelajari banyak hal. Sebatas mana seseorang mengetahui banyak hal sebatas itulah jangkauan perenungannya. Sedangkan hal yang memperluas jangkauannya adalah pertanyaan-pertanyaan atau kegelisahan-kegelisahan yang ada dalam dirinya.
Kitab Segala Pertanda mengandung ayat-ayat yang mengandung arti bagi pembaca berlatar belakang baik, yang akan siap menafsirkannya. Keterbatasan pengalaman manusia mempengaruhi cara seseorang memahami teksnya. Sebaliknya, setelah memahami, Kitab Segala Pertanda akan mengubah cara berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan dan kemudian akan mengubah hidup dan cara pandangnya terhadap dunia (worldview). Untuk itu, seseorang harus gigih dalam kesabaran demi mendapatkan pemahaman. Di dalamnya ada kata-kata yang tak terhingga, mereka diturunkan sesuai dengan kapasitas pembacanya.
Kitab Segala Pertanda berada di atas waktu dan di balik sejarah. Ia tetap tak tersentuh oleh temperamen manusia dan perubahan waktu. Gaya penulisan dan kata-katanya membangkitkan kenangan. Kitab ini berbeda dari kitab-kitab suci sebelumnya karena susunannya yang mengagumkan, alurnya yang luar biasa dan pola susunannya yang unik.
Kitab Segala Pertanda menyediakan lahan yang luas bagi seorang perenung bahkan mungkin tak berbatas seperti samudra tak bertepi dan tak berdasar karena keluasan kemungkinan makna yang terkandung di dalamnya. Orang yang tidak suka merenung akan melewatkan keindahan, romantisme dan kedalaman makna tersebut. Bagi orang yang membenci atau menolaknya apalagi, semua kemungkinan makna yang terhampar di hadapan tidak akan pernah terpikirkan. Mereka mendengar suara-suara kebijakan dan kearifan sebagai sebuah omong kosong dan racauan. Tidak akan menambah bagi orang-orang seperti ini kecuali kebingungan dalam memahami pertanda.

Dan Kami turunkan dari al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian.”
(Perjalanan Malam: 82)

22 December 2014

PASSION: MENUNTUN KEHIDUPAN


Pernah suatu saat saya merasa sangat bodoh, yaitu semasa sekolah di bangku SMP dan SMA. Otak seperti sulit digunakan untuk memahami materi pelajaran. Berada di sekolah merupakan penderitaan tak berkesudahan. Setiap hari dihantui perasaan gelisah, khawatir tidak bisa mengerjakan soal dan takut pada pelototan mata guru yang tak punya belas kasihan.
Sesampainya di rumah, saya sebenarnya ingin membaca dan mengulang pelajaran tetapi otak seperti tidak bisa mencerna tulisan dan angka yang ada di hadapan. Padahal kalau dipikir-pikir sekolah adalah kewajiban bagi anak-anak seusia saya. Beda sekali rasanya ketika bermain-main atau membaca komik, ada perasaan senang yang menggumpal dan seperti ada dahaga yang terpenuhi. Akan tetapi aktifitas seperti ini justru yang sering dianggap mengganggu anak-anak dalam rangka melakukan kewajiban sekolahnya.
Ketika kuliah saya mulai kagum sama teman-teman yang aktif berorganisasi. Keren sekali melihat mereka berdiskusi dan berbicara di depan audience dengan rasa percaya diri. Ketika saya sudah bekerja ada beberapa teman yang berprofesi sebagai motivator dan muballigh yang laris diundang ke sana kemari. Profesi yang sangat prestisius menurut saya. Ingin sekali seperti mereka, popularitas dan kecukupan finansial tentu saja menjadi alasan utama. Tetapi ketika mulai melangkah untuk masuk ke bidang-bidang tersebut kaki terasa berat. Ada perasaan gelisah yang kuat menghambat ditambah dengan perasaan terbebani.
Akhirnya saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan menenggelamkan diri bersama buku-buku. Ternyata aktifitas inilah yang lebih menyenangkan dan memberi rasa aman. Nah, dari membaca buku itulah akhirnya bisa dipahami bahwa kondisi seperti ini disebabkan karena saya belum memahami potensi unik saya sendiri. Belum menemukan passion dalam hidup, begitulah menurut buku-buku motivasi yang saya baca. Karena belum menemukan potensi diri, seseorang tidak bisa mencintai aktifitas atau pekerjaan selain yang sesuai dengan potensi tersebut.
Sebenarnya ada korelasi positif antara potensi diri dengan aktifitas yang dicintai atau aktifitas yang membuat gembira, fun, dan enjoy. Bisa saja dikatakan bahwa aktifitas yang dicintai itu salah satu cermin potensi diri seseorang. Atau, di dalam aktifitas tersebut tersimpan potensi dirinya. Leider dan Shapiro dalam bukunya Whistle While You Work mengatakan, ”Lakukanlah apa yang Anda sukai, bukan apa yang harus Anda lakukan. Dengan melakukan apa yang Anda sukai, Anda meningkatkan kemungkinan bahwa pekerjaan yang Anda lakukan akan sesuai dengan bakat Anda”.
Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos mengungkapkan, ”Setiap anak secara potensial pasti berbakat –tetapi ia mewujud dengan cara yang berbeda-beda. Setiap orang juga memiliki gaya belajar, bekerja dan karakter yang unik. Orang dari segala usia dapat belajar apa saja jika diberi kesempatan untuk melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan pribadi mereka sendiri.”
Canfield mengatakan, ”Kita semua diberkati dengan beberapa talenta yang dianugerahkan Tuhan. Sebagian besar kehidupan kita itu adalah untuk menemukan apa saja talenta kita, lalu memanfaatkan serta menerapkannya dengan sebaik mungkin. Proses penemuan ini bisa memakan waktu bertahun-tahun bagi banyak orang dan ada yang tidak pernah benar-benar memahami apa saja talenta terbesarnya. Konsekuensinya, kehidupan mereka kurang memenuhi. Orang-orang ini cenderung bergumul dengan kegalauan karena mereka habiskan sebagian besar waktu mereka dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan kekuatan mereka. Ibarat memaksakan pasak persegi ke dalam lubang bulat, hal itu sangat tidak efektif dan menimbulkan banyak stress serta frustasi.”
Tyler G. Hicks berkata, ”Banyak orang bersusah payah selama bertahun-tahun karena membenci aktifitasnya. Jika Anda tidak menyukai pekerjaan Anda, sangat kecil kemungkinannya Anda akan meraih kesuksesan.
Bila kita mencintai secara absolut apa yang kita lakukan, peluang sukses akan menjadi cukup besar. Sebagian besar orang tidak jujur mengatakan ini. Sering menerima pekerjaan yang ditawarkan, meski mereka tidak menyukainya. Padahal untuk menemukan karier yang ideal seseorang harus memahami diri sendiri terlebih dahulu. Dalam jangka panjang, tidak mungkin untuk bekerja dengan tingkat produktifitas yang tinggi bila kita tidak menyukai sebuah pekerjaan. Kalau kita melakukan aktifitas yang kita cintai, kita bisa sangat asyik, sehingga bisa lupa waktu atau bahkan lupa makan.
Mihaly Scikszenmihhalyi dikutip Leider dan Shapiro mengatakan, ”Ketika sedang mengungkapkan potensi diri, kita cenderung masuk ke dalam kondisi mengalir. Kita menjadi sangat terlibat dengan apa yang sedang kita lakukan, begitu dalam terlibat sehingga seolah waktu mencair. Waktu menjadi tidak penting. Satu jam, bahkan seharian penuh bisa berlalu dalam sekejap”.
Marwah Daud Ibrahim menulis, ”Terlalu banyak di antara kita merasa kecil hati dan rendah diri, seolah-olah bukan siapa-siapa. Padahal, setiap kita adalah spesial dan unik. Setiap kita memiliki potensi besar untuk sukses dan berhasil. Asal saja kita mau secara serius mengenal potensi diri kita yang sesungguhnya. Setiap kita adalah unik. Tiap-tiap kita adalah sesuatu yang sama sekali baru di muka bumi ini. Tidak ada seorangpun yang pernah ada dan yang akan ada persis seperti kita. Kita harus mengenal diri kita dan berusaha menjadi diri kita yang terbaik. Berbagai analisis, antara lain oleh William James, menyatakan bahwa manusia rata-rata mengembangkan hanya 10% dari potensi yang mereka miliki”.
Seto Mulyadi mengatakan bahwa masing-masing anak memiliki keelokan dan keunggulan pribadi sesuai dengan bakatnya masing-masing. Mereka bagaikan bunga aneka warna di taman sari keluarga yang indah. Bunga-bunga itu tidak mungkin dipangkas begitu saja sama rata karena setiap bunga memiliki pesona masing-masing. Apabila bunga-bunga tersebut disiram dengan penuh kasih sayang, maka bunga-bunga itupun akan tumbuh merekah dengan semakin indah. Demikian pula halnya dengan anak-anak dalam sebuah keluarga.
Ibrahim Hamd Al-Qu’ayyid mengutip Muhammad Qutub, ”Jika bukan karena potensi yang telah ditanamkan Allah SWT dalam diri manusia, niscaya manusia akan menghabiskan hidupnya hanya untuk belajar berjalan, berbicara atau berhitung”.
Dr. ’Aidh ibn Abdillah al-Qarni mengungkapkan, ”Biasakan diri Anda untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat Anda gembira. Setelah Anda menentukan apa saja hal-hal yang membuat bahagia, jauhi hal-hal lain dari pikiran Anda. Lakukan semua kemungkinan yang mengarah pada terrealisasikannya hal-hal yang membuat bahagia itu dan jauhkan yang lainnya.
”Kita diciptakan dengan bakat tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu pula”. Bakat, karakter, temperamen dan potensi itu benar-benar diciptakan Allah SWT, kemudian dianugerahkan kepada kita dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Setiap orang diberikan Allah SWT bakat yang unik, ini karena Allah SWT menghendaki terjalinnya kerja sama antar makhluk. Kita diciptakan dengan bakat tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu pula. Belum cukupkah bukti bahwa masalah potensi diri atau bakat adalah masalah yang sungguh-sungguh besar? Bukankah sudah waktunya bagi kita untuk benar-benar serius merenungi dan menggali soal potensi diri tersebut.
”Permasalahan ingin menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang sudah tua, setua sejarah dan sangat umum sekali, seperti kehidupan manusia. Seperti halnya permasalahan ingin tidak menjadi diri sendiri, ini juga menjadi sumber yang banyak menimbulkan masalah psikologis. Tidak ada orang yang paling menderita, melebihi orang yang tumbuh tidak menjadi dirinya sendiri dan tidak hidup dengan pikirannya sendiri. Akan sampai waktunya nanti ketika ilmu pengetahuan manusia sampai pada sebuah keyakinan bahwa kedengkian (perasaan ingin menjadi seperti orang lain) itu adalah sebuah kebodohan dan meniru-niru kepribadian orang lain adalah bunuh diri.
Di dalam kitab suci al-Quran juga disebutkan:
Dia (Musa) menjawab, ”Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk.” (Surat Taha ayat 50). Artinya adalah sesungguhnya Allah menciptakan bentuk dan potensi segala sesuatu sebaik-baiknya. Kemudian memberi petunjuk untuk memanfaatkan bentuk dan potensi tersebut dengan sebaik-baiknya pula.
Pada bagian ayat yang lain juga disebutkan:
Katakanlah (Muhammad), ”Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Surat Al-Isra’ ayat 84).
Penjelasan dari ayat ini mengungkapkan bahwa setiap manusia diciptakan untuk berbuat sesuai dengan kondisi sifat, karakter dan potensi (passion)yang melekat pada diri mereka. Passion atau kondisi sifat, karakter dan potensi pada diri manusia itulah yang nanti akan menuntun kehidupannya.
Nabi Muhammad juga sudah mengemukakan hal itu dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim. Beliau bersabda ”Segala sesuatu sudah ada ukurannya (qadar), sampai pada sifat pasif dan agresif pada diri seseorang.”
Kesimpulannya adalah jika seseorang ingin bahagia dia harus berusaha untuk mengenali dan menemukan jalan kehidupannya sendiri melalui segala kelebihan, kekurangan dan potensi yang melekat pada dirinya (muhasabah, muraqabah). Untuk selanjutnya menapaki jalan yang sudah ditemukannya tersebut, serta harus dihindari keinginan untuk menapaki jalan yang diperuntukkan bagi orang lain (hasud/iri dengki).

”Fokuskanlah dan dekatkanlah (kehidupan kalian dengan tujuan apa kalian diciptakan), sesungguhnya calon penghuni sorga akan mengakhiri kehidupannya dengan amal perbuatan penghuni sorga, meskipun sebelumnya dia berbuat seburuk-buruknya. Dan sesungguhnya calon penghuni neraka akan mengakhiri kehidupannya dengan amal perbuatan penghuni neraka, meskipun sebelumnya dia berbuat sebaik-baiknya.”
(Hadits Sahih Riwayat al-Tirmidzi)