30 August 2015

KODE ETIK BERMASYARAKAT

Kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Sedangkan dari sisi fungsi, pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi sebuah profesi. Di kalangan profesional kode etik merupakan aturan yang tertulis, tetapi di kalangan masyarakat atau sebuah komunitas ada juga ‘kode etik’ yang tidak tertulis.
Salah satu contoh yang saya ambil dalam tulisan ini adalah kode etik yang tidak tertulis di dunia perlayangan (dunia permainan layang-layang). Anak saya, yang biasa dipanggil Acin mempunya hobi main layangan (layang-layang). Layangan yang dimainkannya adalah tipe Layangan Sowangan yang masuk dalam kategori privat.
Di kalangan masyarakat penghobi memang ada dua jenis layangan yang disepakati yaitu jenis layangan privat dan publik. Termasuk dalam kategori privat adalah layangan sowangan dan layangan yang berekor. Layangan jenis ini tidak untuk aduan tetapi untuk kesenangan pribadi. Benangnya pun bukan benang gelasan. Kode etiknya, layangan ini tidak boleh disambit oleh layangan yang menggunakan benang gelasan dan ketika jatuh tidak boleh diperebutkan. Berbeda dengan layangan publik yang bentuknya standard dan menggunakan benang gelasan. Kalau sudah putus siapapun halal untuk mengejar, mendapatkan dan memilikinya.
Ironisnya, kemarin ketika Acin asyik bermain, layangan sowangannya jatuh. Ada pihak yang memutus benang kemudian mengambilnya. Ketika Acin mencari dan meminta layangannya yang jatuh oleh pihak yang mengambilnya tidak diperbolehkan. Bahkan, kalau ingin mendapatkan layangannya kembali harus membayar uang tebusan sebesar Rp 10.000,-. Sudah jelas pihak pengambil dalam hal ini melanggar kode etik perlayangan demi keuntungan pribadi. Karena ada pihak yang dirugikan maka hubungan sosial menjadi kacau (chaos).
Membicarakan masalah kekacauan atau chaos dalam konteks yang lebih luas, misalnya dalam kehidupan bermasyarakat, (termasuk di dalamnya kehidupan berdagang, berkeluarga, berorganisasi bahkan dalam kehidupan kriminal) tidak bisa dilepaskan dari kode etik (baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap kode etik ini akan menimbulkan konflik dan berujung pada kekacauan sosial, perusakan sistem dan tidak adanya perlindungan terhadap harkat dan martabat anggotanya. Tidak akan bisa dibedakan lagi mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas, mana yang layak dan mana yang tidak layak.
Apabila sudah seperti itu salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan meningkatkan integritas dan kredibilitas para pelaku sosial dalam melaksanakan kode etik bermasyarakat. Integritas menurut buku Tesaurus Bahasa Indonesianya Eko Endarmoko bermakna kejujuran, ketulusan, akhlak dan karakter baik. Sedangkan kredibilitas bermakna jaminan dan keterandalan. Dengan kedua sikap tersebut diharapkan sebuah masyarakat bisa menjalankan kode etik dan fungsi pokoknya sebagai komunitas kekerabatan bukan sebaliknya sebagai komunitas konflik dan perpecahan. Cuma kemudian pertanyaannya adalah, dalam sebuah masyarakat, lebih banyak mana jumlah pemegang kode etik dan pelanggarnya..? Atau, siapa yang akan menjadi pemenang di antara keduanya..?

No comments:

Post a Comment