12 October 2015

MUSIBAH MEMBAWA HIKMAH




“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Al-Baqarah: 155)


Bisa saja seseorang mengajarkan materi tentang sabar setiap hari tetapi belum tentu dia bisa menjalani ketika musibah menimpanya. Karena teori dan praktik adalah dua hal yang berbeda. Teori bisa dipelajari di sekolah formal sedangkan praktik hanya bisa dilakukan di sekolah kehidupan. Bisa jadi seseorang lulus belajar dari ujian sekolah formal tetapi belum tentu lulus  dari ujian sekolah kehidupan.

Ujian sekolah kehidupan atau musibah merupakan alat ukur untuk menentukan siapa di antara hamba Allah yang punya kualitas kesabaran dan yang tidak. Allah tidak bertujuan buruk dalam menimpakan musibah ini kepada hamba-Nya dan tidak akan menyia-nyiakan keimanan mereka. Dalam ayat di atas Allah berfirman bahwa Dia mesti menguji hamba-Nya demi mencari tahu siapa yang kata-katanya bisa dipercaya dan siapa yang suka berdusta tentang laku kesabaran ini. Justru ketika hamba-Nya yang beriman tidak diuji dengan musibah atau hanya mengalami kehidupan yang tenang dan senang kesabarannya masih belum terbukti dan masih bisa diragukan.

Bentuk ujian dari Allah itu bermacam-macam. Pertama, Allah akan menguji hamba-Nya dengan sedikit rasa takut. Rasa takut yang menelusup di hati bisa disebabkan oleh musuh atau kejadian-kejadian yang mengancam kehidupannya. Dalam pergaulan seseorang tidak mungkin bisa menghindar dari gesekan kepentingan dengan sesama atau mungkin saja dia melakukan sebuah kesalahan tanpa sengaja yang merugikan orang lain. Jika rasa takut seperti ini tidak segera diatasi lama kelamaan akan mengganggu kondisi kejiwaan seseorang (paranoid).

Kedua dengan sedikit rasa lapar. Manusia tidak selalu berada di atas. Suatu saat dia bisa mengalami krisis dan berada di bawah. Dia mengalami keterpurukan dan kesulitan finansial yang menyebabkannya tidak mampu menghidupi atau memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Kondisi yang demikian bagi sebagian orang bisa mendorongnya untuk berbuat nekat atau melakukan hal-hal yang dilarang agama.

Ketiga, berkurangnya harta dalam berbagai bentuknya. Seperti kerugian yang disebabkan oleh bencana alam yang tak terduga, hutang yang mencekik, kerugian perdagangan, kehilangan harta maupun perampasan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan sebagainya. Untuk kekurangan atau kelaparan dirinya mungkin seseorang masih bisa bertahan. Tetapi belum tentu dia bisa bertahan melihat kekurangan dan kelaparan orang-orang yang disayanginya. Melihat isterinya yang tidak pernah berganti pakaian atau melihat anak-anaknya yang kebutuhan gizinya tidak tercukupi bisa jadi akan memunculkan pikiran-pikiran jahat di dalam benaknya.

Di samping itu, yang keempat, manusia juga diuji dengan gangguan kesehatan dan kematian. Kematian orang-orang yang dicintainya, anak-anak, saudara, sahabat atau anggota keluarga lain, atau karena sebab penyakit yang mendera mereka. Melihat seseorang yang semula sehat tak kurang suatu apa kemudian digerogoti penyakit yang membuatnya kurus kering lemah tak berdaya di atas pembaringan bisa mendatangkan kesedihan dan mengganggu konsentrasi dalam bekerja.

Kelima, gagalnya pertanian yang menghabiskan biaya besar atau jatuhnya harga panenan di pasar yang berakibat pada kerugian. Apalagi jika seseorang itu pekerjaannya hanya bertani dan masih belum diberi keberhasilan di bidang tersebut maka dampaknya pada perekonomian keluarga besar sekali. Saya sering melihat keluarga di kalangan orang seperti ini mengalami hidup di bawah standard kelayakan.

Nah, perkara-perkara di atas mesti terjadi dalam kehidupan manusia. Hal itu sudah dikabarkan Allah lewat kitab suci dan terjadi dalam kehidupan nyata. Ujian kehidupan seperti itu akan membagi manusia menjadi dua golongan: golongan orang yang berkeluh kesah dan golongan orang yang bersabar. Golongan orang yang berkeluh kesah akan tertimpa dua musibah. Pertama, penderitaan karena musibah itu dan yang kedua kehilangan sesuatu yang justru nilainya lebih besar dari musibah itu sendiri, yaitu pahala dari melaksanakan perintah Allah untuk bersabar. Di samping jatuh dalam penderitaan dan kesengsaraan dia juga mengalami resistensi keimanan dalam bentuk hilangnya sikap sabar, ridha dan syukur. Pada akhirnya justru dia akan mendapat murka dari Allah.

Sedangkan bagi orang yang dianugerahi kemampuan untuk bisa bersabar atas ujian kehidupan maka dirinya akan terhindar dari kemurkaan Allah, bahkan memperoleh pahala dari-Nya. Pahala yang diperolehnya jauh lebih besar nilainya daripada penderitaan akibat musibah yang dialami. Bahkan musibah itu menjadi anugerah kenikmatan baginya, karena menjadi jalan bagi tercapainya apa yang jauh lebih baik dan bermanfaat dari musibah itu sendiri. Yaitu menjalankan perintah Allah SWT dan memperoleh pahala atasnya.

Rangkaian ujian kehidupan di atas persis seperti yang dialami oleh anak sekolah yang melaksanakan ujian akhir. Pilihannya ada dua, lulus atau tidak lulus. Bagi yang lulus akan mendapatkan ijazah untuk melanjutkan pengembangan diri pada jenjang selanjutnya. Sampai akhirnya bisa menggapai apa yang dicita-citakannya. Sedangkan bagi yang tidak lulus kalau tidak segera melakukan introspeksi dan memperbaiki diri akan terpuruk dan gagal dalam kehidupan. Wa Allahu a’lam.


1 comment: