17 June 2016

KETERAMPILAN MEMBACA DAN BUKU BERKUALITAS: PENUNJANG PRESTASI AKADEMIS DAN KEHIDUPAN




Prestasi akademis di perguruan tinggi sangat ditentukan budaya membaca mahasiswanya. Prestise perguruan tinggi juga dicerminkan oleh perpustakaannya yang berisi koleksi buku berkualitas. Tradisi membaca yang kuat dan perpustakaan yang berisi buku berkualitas adalah ruh pengembangan keilmuan sebuah perguruan tinggi. Masa keemasan Islam pada masa dinasti Abbasiyah terpusat di perpustakaan Bayt al-Hikmah yang dikelilingi oleh para pembaca yang kuat. Kita juga pasti ingat dengan universitas Harvard, sebuah universitas tertua di Amerika Serikat yang terkenal dengan kekuatan membaca akademisnya dan menjadi contoh kemajuan universitas berbasis riset dan bertaraf internasional. Kebutuhan membacanya dilayani oleh perpustakaan yang terbesar nomor dua di dunia setelah perpustakaan Kongres Amerika Serikat.
Keterampilan Membaca
Membaca dalam arti yang paling mendasar, adalah masalah pendidikan yang sangat penting. Sampai-sampai Sekretaris Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat pernah menetapkan dekade tujuhpuluhan sebagai dasawarsa membaca dan mengalokasikan dana-dana pemerintah federal untuk mendukung beragam upaya demi meningkatkan keterampilan dalam keahlian dasar ini.
Secara tradisional, sekolah menengah di negara kita tidak banyak memberikan pelajaran membaca kepada siswa-siswanya, demikian juga dengan perguruan tingginya. Meskipun situasi itu sudah berubah pada beberapa tahun terakhir, ketika jumlah pendaftar ke perguruan tinggi semakin meningkat dalam periode yang relatif singkat. Akhirnya para pendidik mulai menyadari bahwa mereka tidak lagi bisa berasumsi bahwa para siswa yang mendaftar dapat membaca secara efektif.
Walaupun seharusnya pelajaran membaca yang lebih tinggi dari tingkat dasar diberikan di banyak perguruan tinggi di Indonesia sekarang ini, kenyataannya, hampir tidak ada perguruan tinggi yang mengajarkannya. Adanya pelajaran membaca tambahan tidak identik dengan pelajaran membaca dengan tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi. Pelajaran membaca tambahan hanya bertujuan untuk membawa para mahasiswa pada satu titik, yaitu memahami yang seharusnya mereka kuasai saat mereka menghadapi ujian. Sampai hari ini pun, hampir semua perguruan tinggi tidak mengetahui cara mengajarkan pelajaran membaca yang lebih tinggi dari tingkat dasar kepada para mahasiswa, atau tidak memiliki fasilitas dan SDM untuk melakukannya.
Akhir-akhir ini sering ada workshop atau seminar yang menyelenggarakan kursus-kursus membaca cepat, membaca efektif atau kompeten membaca. Secara keseluruhan (meskipun ada beberapa pengecualian), semua kursus ini bersifat perbaikan. Mereka dirancang untuk memperbaiki kegagalan-kegagalan dari sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Meskipun begitu workshop atau seminar yang ada tidak dirancang untuk menuntun peserta ke tingkat yang lebih tinggi dari tingkat dasar atau ke tingkat-tingkat membaca secara akademis.
Seseorang dengan gelar sarjana harus mempunyai kompetensi umum dalam membaca sehingga dapat membaca semua bentuk naskah yang ditulis untuk pembaca umum, serta mampu melakukan riset independen di hampir semua subyek. Akan tetapi, seringkali dibutuhkan pendidikan tingkat yang lebih tinggi lagi dan berlangsung selama tiga atau empat tahun sebelum dia menguasai keahlian membaca pada tingkat ini, dan bahkan saat itu pun mereka tidak selalu mampu meraihnya.
Seseorang tidak harus menghabiskan empat tahun di universitas untuk belajar bagaimana cara membaca. Empat tahun pendidikan tinggi, ditambah dua belas tahun pendidikan dasar dan menengah berarti sama 16 tahun. Belajar membaca seharusnya tidak membutuhkan waktu selama itu. Ada sesuatu yang sangat salah jika hal seperti itu terjadi.
Kursus-kursus seharusnya dilembagakan di banyak sekolah menengah dan perguruan tinggi dengan mengacu pada program yang diuraikan di dalam standard yang jelas. Kita sadar bahwa gelegar derap kaki ribuan mahasiswa baru di anak-anak tangga perguruan tinggi membuat pesan itu sulit didengar. Dan selama sebagian besar, atau bahkan sebagian terbesar dari mahasiswa-mahasiswa baru ini tidak menguasai kemampuan membaca tingkat dasar secara efektif. Maka tugas pertama yang harus dihadapi seharusnya adalah mengajari mereka untuk membaca efektif dalam tingkatan yang paling rendah, berdasarkan standar atau tingkat terendah yang paling banyak dikuasai siswa.
Namun, kita –para pendidik- juga harus menyadari bahwa bahkan seandainya kita telah mengemban tugas-tugas yang ada di hadapan kita, kita kemungkinan tidak akan mampu menyelesaikan seluruh tugas tersebut. Karena usaha ke sana harus dikerjakan secara massif dan dipandu oleh negara. Kita harus menjadi generasi bangsa yang benar-benar kompeten dalam membaca, dengan memahami semua arti yang tercakup dalam kata kompeten. Apa pun yang kurang dari itu tidak akan pernah mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dunia yang akan datang.
Buku Berkualitas
Banyak murid yang prestasinya di sekolah menengah menjadi sangat buruk karena mereka tidak mampu memahami sebuah tulisan. Mereka bisa meningkat; mereka perlu ditingkatkan, tapi mereka tidak melakukannya. Seseorang mungkin dapat membaca, memahami sebuah buku fiksi yang sederhana dan menikmatinya. Akan tetapi, mintalah dia untuk membaca sebuah eksposisi, sebuah argumen yang diungkapkan secara ringkas dan padat, sebuah paragraf yang membutuhkan pemikiran kritis, dia tidak akan memahaminya. Sudah terbukti, misalnya, bahwa rata-rata murid sekolah menengah secara mengejutkan tidak mampu mengenali permasalahan sentral dari sebuah paragraf, atau membuat urutan tentang hal-hal penting dalam sebuah argumen atau eksposisi.
Keaktifan adalah esensi dari membaca yang baik, dan semakin aktif kita membaca maka akan semakin baik. Jika kita membaca untuk menjadi seorang pembaca yang lebih baik, kita tidak dapat membaca sembarang buku atau artikel. Tetapi kita tidak akan meningkat sebagai seorang pembaca jika hanya membaca buku-buku yang berada dalam kapasitas diri kita. Kita harus membaca buku-buku yang berada di luar kemampuan atau buku-buku yang berada di atas kepala kita. Hanya buku-buku jenis itu yang akan merentangkan otak, dan jika otak tidak merentang, kita tidak akan belajar.
Sebuah buku yang hanya dapat menyenangkan atau menghibur barangkali merupakan sebuah selingan yang menyenangkan untuk jam-jam senggang, tapi kita tidak bisa berharap memperoleh apa pun selain kesenangan dari buku-buku itu. Bukannya tidak setuju pada gagasan bersenang-senang, tapi kita memang ingin menekankan bahwa peningkatan dalam keahlian membaca tidak berada dalam proses tersebut.
Sudah pasti ada beberapa buku yang akan tetap menantang betapa pun baiknya keahlian membaca kita. Kenyataannya, buku-buku itulah yang harus dicari, karena mereka adalah buku-buku terbaik yang dapat membantu kita untuk menjadi seorang pembaca yang lebih ahli lagi. Kenyataannya, sebuah buku yang buruk tidak memiliki apa pun untuk digenggam. Tidak ada gunanya berusaha, karena kita tidak akan memperoleh apa-apa.
Sebuah buku yang baik memberikan imbalan kepada kita karena mencoba membacanya. Buku-buku yang terbaik memberikan imbalan terbesar. Imbalan itu, tentu saja ada dua bentuk. Pertama, peningkatan di dalam keahlian membaca yang terjadi jika kita berhasil memahami sebuah karya yang baik dan sulit. Kedua –dan ini adalah imbalan jangka panjang dan lebih penting- sebuah buku yang baik dapat mengajari kita tentang dunia dan tentang diri kita sendiri. Buku-buku yang terbaik dapat membantu kita memikirkan lebih baik tentang semua itu, karena mereka ditulis oleh figur yang berpikir lebih baik dari orang-orang di sekitar mereka.
Selanjutnya kita bisa belajar darinya tentang cara memahami dan tentang cara hidup. Mereka adalah buku-buku yang baik, buku-buku yang ditulis dengan sangat hati-hati oleh para penulisnya, buku-buku yang memberi pembaca wawasan yang penting tentang subyek-subyek yang selalu diminati oleh manusia. Mereka layak dibaca secara analitis. Di dalam buku-buku seperti inilah catatan yang kita buat di halaman tepi atau di tempat lain akan sangat bermanfaat.
Kita semua, sampai tingkatan tertentu, adalah orang-orang yang terdampar di sebuah pulau yang gersang. Semua menghadapi tantangan yang sama seperti yang akan kita hadapi jika kita benar-benar berada di sana –tantangan untuk menemukan sumber-sumber di dalam diri kita untuk menjalani sebuah kehidupan manusia yang baik. Membaca dengan baik, artinya membaca secara aktif, bukan hanya baik karena kegiatan itu sendiri, tapi juga sebuah sarana untuk meraih peningkatan dalam pekerjaan atau karier. Buku juga menjaga agar pikiran kita hidup dan terus tumbuh.

No comments:

Post a Comment