21 August 2016

MULTIPLE INTELLEGENCE ALA NABI KHIDR AS



Motivator bisnis sering mengatakan bahwa jika seseorang ingin sukses di bidang bisnis carilah bisnis yang menyenangkan, sesuai passion, berangkat dari hobi, sehingga seseorang bisa bersikap totalitas terhadap pekerjaannya. Seolah-olah dia mengerjakan hobi bukan pekerjaan.
Motivator pendidikan juga sering mengatakan jika seseorang ingin sukses dalam bidang akademik dia harus belajar sesuai dengan gaya belajarnya dan mempelajari ilmu yang benar-benar dia minati sesuai dengan bakat dan potensinya. Hal ini sesuai dengan teori Multiple Intellegence Howard Gardner. Jika dia banyak mempelajari ilmu yang tidak sesuai dengan gaya belajarnya, minatnya serta bakat dan potensinya hasilnya tidak akan maksimal bahkan bisa menjadikannya depresi.
Dalam ibadah pun demikian. Kita mengenal seseorang yang ahli wirid, ahli sadaqah, ahli puasa, ahli dalam mendirikan lembaga pendidikan dan sebagainya. Di mana bidang ibadah yang ditekuni intensitasnya lebih tinggi daripada bidang-bidang ibadah yang lain.
Nah, ternyata dalam dunia spiritual sebagaimana yang tertuang dalam literatur tasawuf juga ditemukan fenomena yang sama. Ada pengajaran atau pembelajaran spiritual yang mirip dengan teori Multiple Intellegence. Dikenal pula seorang guru yang bernama Khidr. Dalam dunia spiritual ini Khidr dipercayai merupakan guru bagi semua orang yang tidak punya guru.
Dia mengajar atau membimbing seseorang melalui cara yang mirip dengan yang ada dalam teori Multiple Intellegence yang digagas oleh Howard Gardner. Ia menunjukkan kepada siapa saja yang berguru kepadanya bagaimana menjadi dirinya. Ia menunjukkan kepada setiap orang bagaimana cara seseorang mencapai keadaan spiritual yang akan diraih olehnya dan menjadi ciri khas dirinya.
Hubungannya dengan setiap orang adalah hubungan antara teladan atau yang diteladani dengan yang meneladani. Inilah yang membuat ia pada saat yang sama bisa menjadi pribadi dan purwarupa (prototype)nya sendiri. Cara membimbingnya, dengan menjadi purwarupa seseorang dan orang lain, membuatnya mampu menjadi guru bagi semua orang, karena tampil selaku teladan sesering dan sebanyak jumlah muridnya, dengan peran itu ia membawa setiap murid menuju ke arah dirinya.
Tentu saja, “bimbingan” Khidr tidak berupa tuntunan untuk semua muridnya secara seragam ke arah tujuan yang sama. Tidak menuju satu Penampakan (theophany/tajalli) yang serupa bagi semua orang. Bukan dengan cara seorang teolog ketika menyebarkan dogmanya. Ia membawa setiap murid ke teofani mereka masing-masing, teofani yang disaksikan sendiri secara pribadi. Karena teofani itu berkorespondensi dengan “surga batin” milik mereka dengan rupa wujud mereka sendiri, dengan individualitas abadi (‘ayn thābitah) milik mereka sendiri, menurut istilah lain.
Dalam hal ini ‘Ala`u al-Dawlah al-Simnani, seorang sufi Persia, mengatakan kita mesti menyatakan bahwa tugas Khidir ialah berupa kemungkinan bagimu untuk sampai ke “Khidr dari wujudmu sendiri”. Karena pada kedalaman batin inilah, memancar air kehidupan dari kutub mikrokosmos; pusat dunia. Dengan teofani unik inilah seseorang akan menemukan kebahagiaan dan ketenangan dalam perjalanan menuju ‘kembali’.

No comments:

Post a Comment