10 August 2016

RIMBA BELANTARA PERASAAN





Menemukan pengetahuan tentang realitas itu tidak mudah. Ketika mata sudah mulai melihat, kesulitan-kesulitan hidup akan menyibukkan pandangan. Ketika titik mulai terang, kemudahan mendapatkan fasilitas dan kecukupan bendawi akan melenakan hati dan pikiran. Hal ini memang sebuah keniscayaan karena manusia adalah makhluk yang kompleks secara psikologis dan rentan.
Secara internal manusia mempunyai emosi, nafsu, perasaan, keinginan, kehendak, motif, latar belakang, harga diri dan sebagainya. Sedangkan secara eksternal akal pikirannya dipengaruhi oleh banyak hal seperti pendidikan, kondisi ekonomi, lingkungan masyarakat, pendidikan, perilaku anak, pasangan hidup, datang dan perginya orang-orang yang menguji perasaan dan sebagainya.
Jadi bisa dipastikan, manusia biasa, secara kualitas kesadaran sangat tidak mungkin bisa dikatakan stabil sebagaimana para Nabi dan Rasul. Implikasinya, meskipun segala pengetahuan sudah ditulis dalam kitab suci akal dan pikiran manusia sulit memahaminya karena faktor-faktor di atas. Ini terjadi karena kondisi mental spiritual yang lemah dalam menahan gempuran dari luar dirinya sehingga mengakibatkan kesadarannya semakin menjauh. Bahkan, bisa jadi selamanya dia tidak akan mengenal apa yang disebut dengan pengetahuan tentang realitas karena kalah oleh keadaan.
Sebenarnya segala apa yang dirasakan manusia, baik tentang dirinya, alam sekitarnya atau tentang Tuhannya adalah persepsi pribadi yang sangat dipengaruhi oleh kualitas-kualitas di atas. Tidak ada yang namanya kebahagiaan sejati atau penderitaan sejati. Semua umat manusia di bumi ini pun tidak memiliki konsep Tuhan yang tunggal dan absolut. Semua dibentuk oleh mindset yang selalu berubah-ubah. Meskipun begitu manusia merasa sudah memahami segala hal. Mulai merasa bisa memahami dirinya sendiri sampai mengklaim bisa memahami Tuhannya. Bisa kita bayangkan, betapa absurdnya manusia di rimba belantara perasaan dan pemikirannya.
Lalu apa yang bisa mengantarkan manusia tetap mempunyai tongkat kesadaran yang dapat menuntun hidupnya menuju pengetahuan tentang realitas? Berbagai macam tradisi dan madzhab dalam Islam sudah menempuh berbagai jalan untuk itu. Di antaranya, para pengembara kehidupan dalam tradisi tasawuf melatih diri dengan menjauhi hal-hal yang dapat mengganggu arah perjalanannya dan melakukan amal perbuatan yang dapat semakin menuntun ke tujuan.
Mereka menjernihkan penglihatan dari gangguan perasaan. Menghajar fisik dan mental dengan sholat, dzikir, puasa dan keprihatinan mendalam. Semua itu dilakukan agar mereka bisa tetap fokus pada jalan yang harus dilewati di antara banyak jalan yang bercabang-cabang di hadapan. Agar menemukan pencerahan dan akhirnya bisa mencapai ilmu pengetahuan tentang realitas. Ketika mereka sudah menemukan ilmu pengetahuan tentang realitas maka itu artinya mereka telah menemukan jalan menuju Kebenaran. Wallahu a’lam…

Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan keyakinan (al-Bashirah), Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
(Yusuf: 108)

No comments:

Post a Comment